Pemeriksaan Mammografi

MAMMOGRAFI CEGAH KEGANASAN KANKER PAYUDARA



Pemeriksaan MammografiKanker payudara merupakan 1-3% penyebab kematian akibat kanker pada wanita di seluruh dunia. Sejak mammografi digunakan secara luas sebagai metode skrining, ukuran tumor saat pertama dideteksi dan tingkat kematian akibat kanker payudara menurun cukup tajam sampai 20% dalam 10 tahun terakhir. Kanker payudara di Indonesia sampai saat ini merupakan kanker kedua tersering pada wanita setelah kanker mulut rahin. Dengan insiden kanker payudara sekitar 100 per 100.000 jiwa per tahun dan lebih dari 50% di antaranya ditemukan dalam stadium lanjut, mammografi masih menjadi alat yang diandalkan dalam mendeteksi kanker payudara. Masih sedikitnya penemuan kasus dalam stadium dini menyebabkan upaya deteksi dini dan skrining menjadi sangat penting. 

Mammografi merupakan salah satu upaya ini, di samping metode lain, yaitu SADARI (perikSA payuDAra sendiRI) dan pemeriksaan klinis oleh dokter. Mammografi sendiri sangat bermanfaat dalam menemukan lesi berukuran sangat kecil, sampai 2 mm, yang tidak teraba dalam pemeriksaan klinis (biasanya berukuran di bawah 1 cm). 


Dengan program skrining diharapkan dilakukan pemeriksaan dasar mammografi setiap 2-3 tahun sekali pada perempuan berusia di atas 35-50 tahun, dan setiap satu tahun atau dua tahun pada wanita berusia di atas 50 tahun. Pemeriksaan dasar ini akan memberikan data awal jaringan payudara wanita. Bila mammografi dilakukan secara rutin diharapkan jika ada perubahan sedikit saja dari jaringan payudara wanita akan dapat segera diketahui. Sayangnya, pola pikir seperti ini tidak dijumpai pada kaum perempuan umumnya, sangat jarang seorang perempuan datang dengan kesadaran sendiri dan meminta dilakukan mammografi. 

Hampir semua pasien datang dengan keluhan nyeri atau benjolan, dan hampir semuanya membawa surat rujukan. Rendahnya kesadaran untuk memeriksakan diri ini tidak hanya terjadi pada wanita dengan pendidikan atau ekonomi rendah, tetapi juga mereka yang berpendidikan tinggi atau cukup mapan, bahkan di kalangan profesi kedokteran sendiri. Penyebaran informasi mengenai manfaat pemeriksaan dini (mammografi) atau faktor risiko kanker payudara mungkin kurang tersebar luas di masyarakat.


Selain mammografi, sebenarnya teknik SADARI cukup membantu. Setidaknya, mendorong kaum perempuan untuk segera berobat bila menemukan benjolan pada payudaranya. Tetapi, teknik ini ada kelemahannya. SADARI sangat tergantung pada ketelitian, kepekaan, dan tingkat intelegensi wanita. Karena itu, semua kembali pada kesadaran si perempuan tentang faktor risiko dan bahaya kanker payudara. 


Tanpa kesadaran diri sendiri, para wanita tidak akan melakukan pemeriksaan, apakah itu SADARI ataupun mammografi, sekalipun tidak dikenakan biaya, dari tahun ke tahun jumlah penderita kanker payudara di RSCM tidak mengalami perubahan, dan masih dengan stadium yang cukup tinggi. Ini terjadi karena kesadaran untuk memeriksakan diri dan mencari pengobatan penyakit kanker payudara yang benar dan murah masih belum membudaya di Indonesia.


Tingginya angka kematian perempuan Indonesia karena kanker payudara akan terus meningkat. Bagaimana kita menanganinya? Mulailah dengan mengutamakan kesehatan, melalui upaya deteksi dini dan skrining.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Like :

Populer :